Mentalitas Para “YES MAN” di Birokrasi Pemerintahan Boltim dan Bobroknya Moralitas ASN di Pilkada Boltim 2024
Catatan:HD
iSketsa,Boltim – Trimantra Aparatur Sipil Negara (ASN) kiranya perlu di tunjau ulang. Bukan pada konteks norma regulasinya, tapi pada dimensi mentalitasnya. Fenomena ini terlihat jelas saat di pilkada Boltim 2024 lalu, dimana instrumen kekuasaan terlampau masif memainkan peran dominan pada relasi kuasanya. Polarisasi dan politisasi ASN sungguh sangat kentara di ruang publik, bergesernya paradigma ASN tidak hanya mendistorsi nilai tapi sudah menjadi alat kekuasaan yang intimidatif bahkan jauh dari kesantunan, kearifan dan kebijaksanaan sebagai abdi Negara.
Bocornya percakapan di WA grup dengan nama Grup SERBU FOR ARUS adalah bukti bahwa mental para abdi negara ini mengalami problem etis yang akut untuk patut di sebut sebagai para”Yes Man” (penjilat kekuasaan) padahal mereka adalah pejabat pemerintahan yang harusnya menjadi teladan bagi masyarakat sebagai pelayan kepentingan Rakyat.
Pertanyaanya, bagaimana mungkin mereka mampu menjaga loyalitas,disiplin profesionalismenya kepada pemimpin yang baru sementara mereka telah bersikap merendahkan, mencemooh wilayah personal seorang calon pemimpin yang hari ini terpilih menjadi atasan mereka?
Lalu kepatuhan macam apa yang bisa di harapakan dari mereka yang nantinya akan di amanahi tugas dan tanggungjawabnya menjalankan visi dan misi Bupati dan Wakil Bupati terpilih?
Chaemistry apa yang dapat di percaya dari para “Yes Man” itu selain loyalitas semu yang sesungguhnya hanya untuk kepentingan menjaga posisi jabatan mereka dengan menjilat atasan?
Bukankah rambu-rabu tentang netralitas ASN sudah di tegaskan dalam regulas sebagai norma etis yang menuntun sikap para Abdi Negara di ranah politik. Undang-undang tentang Netralitas ASN harusnya di jadikan pedoman, meski ASN tidak kehilangan hak politiknya untuk memilih dan di pilih. Jika nilai-nilai yuridis yang mengatur diri mereka sendiri mampu untuk di langgar, bagaimana mungkin kita menagih integritas mereka untuk berpihak pada kepentingan publik.
Maka tantangan terbesar bagi pemerintahan dan kepemimpinan OPPO-ARGO adalah mengembalikan paradigma ASN pada rel yang semestinya. Sebagai sumbang saran, mendesak untuk melakukan evalusi menyeluruh dan melakukan penyegaran di tubuh birokrasi pemda Boltim. Amputasi berbagai dimensi yang sudah mengalami distorsi nilai, pangkas ASN yang mendapat posisi strategis tapi tidak memiliki integritas dan moral pengabdian. Terapkan kajian yang matang dalam melakukan mutasi dan roling jabatan yang berorientasi pada komitmen kerja dan pengabdian untuk melayani kepentingan publik.
Tentu saja pertimbangan Politis itu perlu, tapi bukan satu-satunya standar penilaian berdasar suka atau tidak suka semata, tapi lebih pada penegakan disiplin, profesionalisme dan loyalitas dalam pemaknaan yang sebenarnya, pemberian diri demi pengabdian sejati untuk Bangkit bekerja membangun Desa, menuju Boltim yang sejahtera dan berkelanjutan.(Bas)