BRI Cabang Kotamobagu di Sorot! Dampak Relaksasi Kredit Masa Pandemi Antara Keringanan Atau Beban Baru Debitur
iSketsa,Kotamobagu – Masih ingat Pandemi COVID-19 yang melanda dunia pada tahun 2020, tidak hanya mempengaruhi kesehatan masyarakat, pandemi juga melumpuhkan lebih dari separuh perekonomian global, termasuk Indonesia. Dalam upaya mengurangi beban ekonomi masyarakat, pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberlakukan kebijakan relaksasi kredit.
Salah satu kebijakan yang paling dikenal adalah restrukturisasi kredit yang memungkinkan penundaan pembayaran angsuran serta pengurangan nilai angsuran dengan perpanjangan tenor. Meski kebijakan ini diharapkan dapat meringankan beban debitur, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa tidak semua nasabah mendapatkan manfaat yang diharapkan.
Salah satu debitur yang mengalami kesulitan pasca-relaksasi adalah Ruli Sabir, warga Kelurahan Biga, Kotamobagu. Awalnya, ia merasa terbantu dengan kebijakan restrukturisasi yang diberikan oleh BRI Cabang Kotamobagu. Namun, setelah menyelesaikan angsurannya, ia justru dikejutkan dengan kewajiban tambahan sebesar Rp89 juta, meskipun merasa telah memenuhi seluruh ketentuan pembayaran selama restrukturisasi.
Ruli menjelaskan bahwa sebelum pandemi, ia memiliki angsuran sebesar Rp4.666.000 per bulan dengan jangka waktu 5 tahun sejak 2018, yang seharusnya lunas pada 2023. Ketika pandemi melanda pada 2021, pihak bank menawarkan penundaan pembayaran selama satu tahun, dan ia tetap membayar bunga untuk menghindari denda tambahan.
Setelah pandemi, ia setuju untuk melakukan restrukturisasi dengan pengurangan angsuran menjadi Rp2.920.000 per bulan, namun dengan perpanjangan tenor selama satu tahun. Namun, setelah pelunasan, ia malah menerima pemberitahuan bahwa ia masih memiliki hutang Rp89 juta.
“Anehnya, setelah pelunasan, pihak bank mengatakan bahwa hutang saya masih sekitar Rp89 juta,” ujarnya.
Kebingungan semakin bertambah ketika ia mencoba mencari penjelasan lebih lanjut ke bank. Bukannya mendapatkan jawaban yang memuaskan, ia justru ditawari “solusi baru” berupa keringanan hutang sebesar 30% dari total kewajiban tersebut.
Kasus ini menimbulkan pertanyaan besar terkait transparansi perhitungan angsuran dalam program restrukturisasi kredit. Apakah ini murni kesalahan sistem atau ada pihak tertentu yang sengaja mengambil keuntungan dari situasi ini?

Kepala Bidang Penelitian dan Pengembangan Photo: Gerakan Masyarakat Perangi Korupsi (GMPK) Sulawesi Utara
Resmol Maikel, Kepala Bidang Penelitian dan Pengembangan Gerakan Masyarakat Perangi Korupsi (GMPK) Sulawesi Utara, menyoroti permasalahan ini dan mendesak Kepala BRI Cabang Kotamobagu untuk memberikan klarifikasi.
“Jika hal ini tidak diselesaikan dengan bijak, maka kami siap mengawal nasabah untuk melaporkan persoalan ini ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK),” tegas Resmol.
Lebih lanjut, ia juga meminta DPRD Kotamobagu untuk segera memanggil pihak bank guna memberikan penjelasan terkait perhitungan dalam program relaksasi kredit masa Pandemi.
Upaya konfirmasi melalui pesan WhatsApp (WA) Kepala SPV BRI Cabang Kotamobagu belum berhasil. Hingga berita ini tayang Hendra Paat enggan memberikan tanggapan terkait permasalahan ini.(Bas)